Senin, 12 April 2010

tugas hukum adat sejarahnya

HUKUM ADAT MASA PENJAJAHAN
A. Masa Kompeni (V.O.C., 1596-1808)
1. Pengusaha Ngiras Penguasa,
V.O.C. bermuka dua :
a. Pengusaha khususnya pedagang
b. Badan pemerintah dengan hak mengatur susunan rumah tangga beserta pengurusnya sendiri, sifat pertama itulah yang terutama menentukan sikap V.O.C. terhadap hukum adat.
Di pusat pemerintahan dinyatakan berlaku satu stelsel hukum untuk semua orang dari golongan bangsa manapun, yaitu hukum belanda, baik hukum tatanegara, hukum privat, maupun hukum pidana. Di luar wilayah itu adat pribumi tidak di indahkan sama sekali. Jika lambat laun di sana-sini, wilayah di sekitar tempat kediaman gubernur , de facto masuk kedalam lingkungan kekuasaan V.O.C. maka diwilayah itu juga dinyatakan berlaku hukum kompeni untuk orang-orang Indonesia dan Cina. Keadaan itu menggambarkan prinsip yang hendak dipertahankan oleh V.O.C. yaitu di Wilayah yang dikuasai V.O.C. harus berlaku hukum V.O.C. baik bagi orang V.O.C. sendiri maupun orang Indonesia dan orang Asia lainnya yang berada di wilayah yang bersangkutan.
2. Kenyataan Menyimpang dari Prinsip
Kenyataannya hukum yang berlaku bagi orang Indonesia asli di wilayah yang dikuasai V.O.C pada umumnya adalah hukum adat, terkecuali dikota Betawi dan sekitarnya. Di dalam resolusi (keputusan) tanggal 21 Desember 1708 pimpinan V.O.C. mengakui terus terang bahwa prinsip tersebut tidak dapat di pertahankan didalam praktek, sebab politik yang dititik-beratkan pada pengerukan keuntungan materiil yang sebesar-besarnya tidak memungkinkan bagi V.O.C. untuk melengkapi aparatur pemerintahannya. Isi resolusi menunjukan dengan jelas bahwa peradilan asli masih tetap berlaku di wilayah Priangan. Namun, demi ketertiban dan keamanan di beberapa wilayah kekuasaannya, V.O.C. terpaksa turut campur dalam menetapkan hukum bagi orang Indonesia asli. Dibuatnya beberapa peraturan perundang-undangan hukum adat, yang dianggapnya identik dengan Hukum Islam. (kitab Hukum Mogharraer, Compendium van Clootwijk, Compendium Freyer, Pepakem Cirebon). Ini juga merupakan penyimpangan dari prinsip V.O.C.
3. Penilaian terhadap Hukum Adat
Pembuatan peraturan-peraturan tersebut memperlihatkan bahwa V.O.C. :
a. Masih belum menemukan hukum adat sebagai hukum rakyat, sebaliknya hukum adat diidentifikasikan dengan hukum islam atau hukum raja-raja, dan jika ada kesempatan maka hukum adat itu di buat dengan memuat banyak anasir hukum Barat (vide Pepakem Cirebon)
b. Mengira bahwa hukum adat terdapat dalam tulisan-tulisan berupa kitab-kitab hukum
c. Menjalankan politik hukum adat yang opportunistis, prinsip penerapan hukum kompeni kadang-kadang dipertahankan, kadang ditinggalkan.

V.O.C. menganggap hukum adat lebih rendah derajatnya daripada hukum Belanda. Terbukti dari resolusi tanggal 30 November 1747 yang menentukan bahwa Landraad Semarang wenang mengadili perkara sipil atau pidana dikalangan orang-orang Jawa.

B. Masa Pemerintahan Daendels (1808-1811)
1. Dewan Asia
Sesudah V.O.C. dibubarkan maka pengurusan atas harta kekayaan Bataafsache Republik (Republik Belanda) di Asia diteruskan oleh Dewan Asia. Tugas Dewan tersebut diliputi oleh semangat baru, yaitu harapan bahwa:
a. Politik pemerintahan akan dilakukan terlepas dari perhitungan komersial
b. Akan diadakan perubahan-perubahan untuk memperbaiki nasib tanah jajahan beserta penduduknya.
2. Charter Tahun 1804
Dasar peradilan bagi orang Indonesia ditentukan dalam pasal 86 dari Charter (peraturan pemerintah) untuk harta kekayaan di Asia yang disahkan oleh Pemerintah Republik (Belanda) pada tanggal 27 September 1804. Pasal itu menyebutkan : susunan pengadilan untuk golongan Bumiputera akan tetap tinggal menurut hukum dan adat mereka.
3. Perlakuan terhadap Hukum Adat
Meskipun Daendels menganggap bahwa hukum adat banyak kelemahan (terutama mengenai hukum pidana), namun Daendels merasa segan mengganti hukum adat itu sekaligus dengan hukum Eropa. Pada pokoknya hukum adat akan diberlakukan untuk bangsa Indonesia. Namun hukum adat tidak boleh diterapkan, jika bertentangan dengan perintah kemudian atau perintah umumdari penguasaatau dengan asas-asas keadilan serta kepatutan.
Daendels memutuskan golongan Bumiputera di Jawa tetap dibiarkan memakai hukumnya (materiil dan formal) sendiri, dan oleh karena itu Landgerechten harus mengikutinya, namun hukum adat tidak akan diberlakukan:
a. Jika karenanya si penjahat dapat melepaskan diri dari pidananya, oleh sebab itu keadilan harus dituntut atas nama Pemerintah jika hal ini tidak atau tidak dapat dilakukan oleh orang biasa.
b. Bila pidana yang ditetapkan dalam hukum adat itu tidak sebanding dengan kejahatannya ataupun tidak cukup berat untuk menjamin keamanan umum, dalam hal ini pengadilan harus menetapkan pidana menurut kasus yang dihadapinya.
c. Jika hukum acara adat tidak mungkin menghasilkan bukti atau keyakinan Hakim, dalam hal ini Pengadilan diberi kuasa untuk memperbaikinya menurut permufakatan dan contoh dari hukum umum serta praktek.

Seperti halnya dengan pimpinan V.O.C. Daendels pun mengidentikkan hukum adat dengan hukum islam dan memandang rendah dengan hukum adat itu, sehingga tidak pantas diberlakukan terhadap orang Eropa.

C. Masa pemerintahan Raffles (1811-1816)
1. Agen politik
Raffles termasuk salah seorang perintis penemuan hukum adat, bersama-sama dengan Marsden dan Crawfurd. Sejak menjadi petugas “Kompeni Hindia-Timur” Inggris di pulau Pinang, Raffles tertarik oleh keindahan dan kekayaan nusantara beserta penduduknya, dengan hukum adatnya serta lembaga-lembaga sosial lainnya. Pengetahuan yang diperolehnya berdasarkan penyelidikan-penyelidikan setempat itu menyebabkan Raffles diangkat menjadi ”agen politik” dalam rangka rencana Inggris untuk merebut pulau Jawa dari tangan pemerintah Belanda. Tugasnya ialah:
a. Mengumpulkan bahan-bahan info yang berguna untuk maksud itu, teristimewa mengenai watak penduduk, sumber-sumber kemakmuran dan kadar pengaruh kekuasaan Belanda.
b. Membentangkan jaring-jaring intrige/helat dan mendesas-desuskan isu-isu yang menimbulkan keonaran diseluruh nusantara.
2. Letnan Gubernur jawa
Pandangan politiknya dipertahankan dan diusahakan realisasinya ketika Raffles menjadi Letnan gubernur pulau jawa. Raffles adalah anak jamannya, jaman liberalisme.oleh karena itu segala lembaga V.O.C. yang masih dipertahankan Daendles dan tidak sesuai dengan aliran jaman, karena merupakan sis jaman feudal barbarism (kebiadaban feodal), harus dilenyapkan selekas-lekasnya (misalnya: pajak yang harus dibayar dengan barang, kerja rodi, dan sebagainya).
Sebelum dapat diciptakan peraturan-peraturan baru yang sesuai dengan keadaan masyarakat pribumi maka susunan pemerintahan lama beserta lembaga-lembaganya untuk sementara waktu akan dilanjutkan, dengan kemungkinan untuk mengadakan perubahan-perubahan yang dipandang urgent.
Terpengaruh oleh filsafat baru , aliran pikiran yang dijiwai asas perikemanusiaan yang berkembang di Eropa sejak akhir abad ke-18, maka raffles berhasrat melindungi kepentingan rakyat dan melenyapkanpengaruh atau setidak-tidaknya mengurangi kekuasaan kepala-kepala rakyat (Bupati, Demang dan sebagainya) yang berkedudukan selaku penguasa dibawah raja dan diatas rakyat. Untuk mencegah sewenang-wenang maka sebagai prinsip ditentukan oleh Raffles bahwa badan pemerintah yang terdiri atas orang-orang Barat harus mengadakan hubungan langsung dengan rakyat.
3. Chauvinisme
Tetapi usaha Raffles merealisasi cita-cita yang progresif itu dilakukan dengan landasan chauvinisme, nasionalisme yang berlebih-lebihan. Dalam membangun sistem pemerintahan baru raffles bertitik pangkal pada anggapan akan keunggulan bangsa Inggris didalam masyarakat Indonesia, meskipun bertentangan dengan kepentingan rakyat yang hendak dilindunginya.
4. Perlakuan Terhadap Hukum adat
Raffles mengadakan banyak perubahan dalam susunan badan-badan pengadilan, tetapi hukum materiilnya hampir-hampir tidak diubahnya. Dalam perkara antar-orang Indonesia pada umumnya diberlakukan hukum adat, dengan syarat tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan kodrat yang universal dandiakui atau dengan prinsip-prinsip keadilan hakiki yang diakui.
Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa hukum adat dipandang lebih rendah derajatnya daripada hukum Barat. Hukum Adat hanya dipandang baik untuk golongan rakyat Indonesia, tetapi tidak patut diberlakukan atas oarang Eropa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar