BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini, teknologi mempunyai peran yang sangat signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Negara yang menguasai dunia adalah negara yang menguasai teknologi. Amerika serikat, Jerman, Perancis, Rusia dan Cina merupakan contoh negara yang sangat maju dalam bidang teknologi sehingga mereka mampu memberi pengaruh bagi negara lain. Negara-negara tersebut melindungi teknologi mereka secara ketat. Jadi jika ada seorang mahasiswa asing yang belajar dalam bidang teknologi di negara-negara tersebut, maka dosen tidak menularkan seluruh ilmunya kepada si mahasiswa tersebut. Karena itu, Indonesia perlu merangsang warga negaranya untuk mengembangkan teknologi dengan mengembangkan sistem perlindungan terhadap karya intelektual di bidang teknologi yang berupa pemberian hak paten.
Hak paten merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi selama waktu tertentu. Seorang inventor dapat melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Invensi merupakan ide dari inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi yang dapat berupa produk/proses atau penyempurnaan dan pengembangan dari produk/proses. Sedangkan inventor adalah orang baik secara sendiri maupun bersama dengan orang lain melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi.
Syarat mendapatkan hak paten ada tiga yaitu penemuan tersebut merupakan penemuan baru. Yang kedua, penemuan tersebut diproduksi dalam skala massal atau industrial. Suatu penemuan teknologi, secanggih apapun, tetapi tidak dapat diproduksi dalam skala industri (karena harganya sangat mahal / tidak ekonomis), maka tidak berhak atas paten. Yang ketiga, penemuan tersebut merupakan penemuan yang tidak terduga sebelumnya (non obvious). Jadi bila sekedar menggabungkan dua benda tidak dapat dipatenkan. Misalnya pensil dan penghapus menjadi pensil dengan penghapus diatasnya. Hal ini tidak bisa dipatenkan.
Hak paten diatur dalam Undang Undang No 14 Tahun 2001 tentang paten. Dalam undang-undang ini diatur mengenai syarat paten, jangka waktu berlakunya paten, hak dan kewajiban inventor sebagai penemu invensi, tata cara permohonan hak paten, pegumuman dan pemeriksaan substansif dan lain-lain. Dengan adanya undang-undang ini maka diharapkan akan ada perlindungan terhadap kerya intelektual dari putra dan putri indonesia.
Oleh karena itu penulisan makalah ini dilakukan oleh para penulis untuk mengkaji lebih mendalam secara yuridis tentang hak paten dengan mengangkat judul “Tinjauan Yuridis Mengenai Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten di Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka para penulis mencoba memformulasikan beberapa rumusan masalah agar pembahasan menjadi terarah dan tidak meluas, yaitu:
1. Definisi hak paten menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten di Indonesia.
2. Tata cara memperoleh hak paten menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten di Indonesia.
3. Penyelesaian sengketa dalam hak paten menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten di Indonesia.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh para penulis sesuai dengan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Definisi hak paten menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten di Indonesia.
2. Untuk mengetahui Tata cara memperoleh hak paten menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten di Indonesia.
3. Untuk mengetahui Penyelesaian sengketa dalam hak paten menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten, Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 1)
Sementara itu, arti Invensi dan Inventor (yang terdapat dalam pengertian di atas, juga menurut undang-undang tersebut, adalah):
Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 2)
Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 3)
Kata paten, berasal dari bahasa inggris patent, yang awalnya berasal dari kata patere yang berarti membuka diri (untuk pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari definisi kata paten itu sendiri, konsep paten mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur siapa yang harus melakukan invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap sebagai hak monopoli.
Saat ini terdapat beberapa perjanjian internasional yang mengatur tentang hukum paten. Antara lain, WTO Perjanjian TRIPs yang diikuti hampir semua negara. Pemberian hak paten bersifat teritorial, yaitu, mengikat hanya dalam lokasi tertentu. Dengan demikian, untuk mendapatkan perlindungan paten di beberapa negara atau wilayah, seseorang harus mengajukan aplikasi paten di masing-masing negara atau wilayah tersebut. Untuk wilayah Eropa, seseorang dapat mengajukan satu aplikasi paten ke Kantor Paten Eropa, yang jika sukses, sang pengaju aplikasi akan mendapatkan multiple paten (hingga 36 paten, masing-masing untuk setiap negara di Eropa), bukannya satu paten yang berlaku di seluruh wilayah Eropa.
Secara umum, ada tiga kategori besar mengenai subjek yang dapat dipatenkan: proses, mesin, dan barang yang diproduksi dan digunakan. Proses mencakup algoritma, metode bisnis, sebagian besar perangkat lunak (software), teknik medis, teknik olahraga dan semacamnya. Mesin mencakup alat dan aparatus. Barang yang diproduksi mencakup perangkat mekanik, perangkat elektronik dan komposisi materi seperti kimia, obat-obatan, DNA, RNA, dan sebagainya.
Kebenaran matematika, termasuk yang tidak dapat dipatenkan. Software yang menerapkan algoritma juga tidak dapat dipatenkan kecuali terdapat aplikasi praktis (di Amerika Serikat) atau efek teknikalnya (di Eropa).
Saat ini, masalah paten perangkat lunak (dan juga metode bisnis) masih merupakan subjek yang sangat kontroversial. Amerika Serikat dalam beberapa kasus hukum di sana, mengijinkan paten untuk software dan metode bisnis, sementara di Eropa, software dianggap tidak bisa dipatenkan, meski beberapa invensi yang menggunakan software masih tetap dapat dipatenkan.
Paten yang berhubungan dengan zat alamiah (misalnya zat yang ditemukan di hutan rimba) dan juga obat-obatan, teknik penanganan medis dan juga sekuens genetik, termasuk juga subjek yang kontroversial. Di berbagai negara, terdapat perbedaan dalam menangani subjek yang berkaitan dengan hal ini. Misalnya, di Amerika Serikat, metode bedah dapat dipatenkan, namun hak paten ini tidak dapat dipraktekkan.
Di Indonesia, syarat hasil temuan yang akan dipatenkan adalah baru (belum pernah diungkapkan sebelumnya), mengandung langkah inventif (tidak dapat diduga sebelumnya), dan dapat diterapkan dalam industri. Jangka waktu perlindungan untuk paten ‘biasa’ adalah 20 tahun, sementara paten sederhana adalah 10 tahun. Paten tidak dapat diperpanjang. Untuk memastikan teknologi yang diteliti belum dipatenkan oleh pihak lain dan layak dipatenkan, dapat dilakukan penelusuran dokumen paten. Ada beberapa kasus khusus penemuan yang tidak diperkenankan mendapat perlindungan paten, yaitu proses / produk yang pelaksanaannya bertentangan dengan undang-undang, moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan; metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan; serta teori dan metode di bidang matematika dan ilmu pengetahuan, yakni semua makhluk hidup, kecuali jasad renik, dan proses biologis penting untuk produksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses mikro-biologis.
Pemegang Paten adalah inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam daftar umum paten.
1. Pemegang paten memiliki hak ekslusif untuk melaksanakan paten yang dimiliknya, dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannnya;
a. Dalam hal paten produk; membut, menjual, mengimport, menyewa, menyerahkan memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yng diberi paten.
b. Dalam hal paten proses : menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a.
2. Pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain berdasarkan perjanjian lisensi.
3. Pemegang paten berhak menggugat ganti rugi melalui Pengadilan Negeri setempat, kepada siapapun, yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 diatas.
4. Pemegang paten berhak menuntut orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 diatas.
Menurut Undang-undang Pasal 24 Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten, permohonan paten dapat diajukan dengan cara sebagai berikut :
1. mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada DJHKI dengan menggunakan formulir permohonan paten yang memuat :
a. tanggal, bulan, dan tahun permohonan ;
b. alamat lengkap dan kewarganegaraan inventor
c. nama lengkap dan alamat kuasa (apabila diajukan melalui kuasa)
d. pernyataan permohonan untuk diberi paten
e. judul invensi
f. klaim yang terkandung didalam invensi
g. deskripsi tentang invensi,
h. gambar yang disebutkan dalam deskripsi yang diperlukan untuk diperjelas invensi;
i. abstrak invensi;
2. membayar biaya sesuai dengan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2001 tentang perubahan kedua atas PP No.26 tahun 1999 tentang tarif atas jenis penerimaan Negara bukan pajak.
Menurut Pasal 66 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten, hak Paten dapat dialihkan melalui :
a. pewarisan ;
b. hibah;
c. perjanjian tertulis
d. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Untuk pertama kalinya Pengadilan Niaga dibentuk pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden R.I. No. 97 Tahun 1999 dibentuk 4 (empat) Pengadilan Niaga, yaitu Pengadilan Niaga Medan, Pengadilan Niaga Ujung Pandang (Makasar), Pengadilan Niaga Semarang, dan Pengadilan Niaga Surabaya. Khusus wilayah hukum Pengadilan Niaga Medan meliputi wilayah Propinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi dan Propinsi Nangro Aceh Darusallam.
Pengadilan Niaga adalah suatu Pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan umum, yang dibentuk dan bertugas menerima, memeriksa dan memutus serta menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang serta perkara lain dibidang perniagaan.
Pembentukan Pengadilan Niaga mula – mula hanya memeriksa dan mengadili perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Sedangkan kewenangan terhadap perkara perniagaan akan lainnya akan ditentukan dengan peraturan perundang – undangan. Perkara – perkara tersebut antara lain adalah perkara – perkara dibidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Penyelesaian sengketa hak paten melalui Pengadilan Niaga diatur dalam Pasal 117 Undang – Undang paten yang mana pihak yang berhak atau yang menjadi subjek paten (diatur dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12) dapat menggugat kepada pengadilan niaga jika suatu paten diberikan kepada pihak lain selain dari yang berhak.
Pengadilan Niaga dalam Undang-undang paten diberi kewenangan untuk menyelesaikan sengketa melalui Pengadilan Niaga, diharapkan ketentuan yang abstrak didalam peraturan perundang – undangan akan menjadi konkret dan efektif. Dalam rangka memaksimalkan penegakan hukumnya, Undang – Undang mengatur hal – hal sebagai berikut :
- Pengadilan Khusus.
- Penetapan Sementara.
- Hukum Acara Khusus.
- Upaya Hukum Kasasi.
- Ganti Rugi.
Di atas telah disinggung, Pengadilan Niaga sebagai Pengadilan Khusus yang berada di dalam lingkungan peradilan umum. Sebagai peradilan khusus dilengkapi dengan organ berupa Hakim yang bersertifikasi dan di didik secara khusus, ia berasal dari Hakim – Hakim Pengadilan Negeri yang berpengalaman, dan Hakim Ad-Hoc yang berasal dari para pakar dan profesional dibidang perkara perniagaan. Hakim – Hakim sebagai pejabat yang bertugas dan berwenang menerapkan ketentuan hak paten sebagaimana diatur dalam Undang – Undang.
Seperti halnya badan peradilan lainnya, Pengadilan Niaga juga diberi mandat menyelenggarakan kekuasaan kehakiman, suatu kekuasaan yang mandiri yang mempunyai kewenangan menyelenggarakan peradilan secara jujur dan adil. Tugasnya adalah menerima, memeriksa, mengadili setiap perkara yang diajukan kepadanya (termasuk didalamnya perkara – perkara dibidang paten).
Sebagai Hakim Niaga yang memeriksa sengketa paten harus memahami kasus dan kriteria perlindungannya, yakni :
1. Apakah termasuk objek yang dilindungi.
2. Apakah termasuk kriteria yang dikecualikan dari perlindungan.
3. Apakah memenuhi persyaratan yang dilindungi.
4. Apakah terdaftar di negara tujuan dimana perlindungan diharapkan.
5. Sedangkan penyebab perselisihan dalam sengketa hak paten lazimnya adalah :
- Ketidak jelasan status kepemilikan.
- Penggunaan hak paten tanpa seizin pemilik.
- Tidak dipenuhinya perjanjian lisensi hak paten.
Dengan sarana Pengadilan Niaga yang dipandang memahami kriteria sengketa paten diharapkan keadilan benar – benar tercapai dan memuaskan. Idealnya setiap putusan Hakim mengandung 3 (tiga) unsur, yaitu :
1. Unsur kepastian hukum.
2. Unsur kemanfaatan.
3. Unsur keadilan.
Untuk memaksimalkan terwujudnya nilai – nilai kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan, maka Hakim dalam menjatuhkan keputusan seyogyanya menguasai seluk beluk metode penerapan hukum seperti metode penafsiran, konstruksi, penghalusan hukum dan sebagainya. Sehubungan dengan tugas Hakim dalam pelaksanaan fungsi kekuasaan kehakiman, Retnowulan Sutantio menyatakan otonomi kebebasan mencakup hal – hal sebagai berikut :
1. menafsirkan peraturan perundang – undangan.
2. mencari dan menemukan azas – azas dan dasar hukum.
3. mencipta hukum baru apabila menghadapi kekosongan peraturan perundang – undangan.
4. dibenarkan pula melakukan contra legem, apabila ketentuan peraturan perundang – undangan bertentangan dengan kepentingan umum, dan
5. mengikuti otonomi yang bebas untuk mengikuti yurisprudensi.
Sebelum suatu perkara hak paten masuk ke Pengadilan dan didaftarkan, maka atas permintaan pihak yang merasa dirugikan, Pengadilan Niaga dapat menerbitkan surat penetapan sementara untuk upaya perlindungan terhadap pemilik hak paten untuk mencegah kerugian yang lebih besar dalam hal ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak lain terhadap hak paten miliknya. Diatur dalam Pasal 125 Undang-Undang Tentang Paten.
Sebagaimana diketahui, hak paten merupakan sistem hukum yang masih sangat muda di Indonesia baik dari sisi regulasi maupun implementasinya. Sistem hak paten berkembang di negara – negara industri maju dan menjadi sistem yang bersifat global dan terharmonisasi.
Demikian halnya dengan penetapan sementara merupakan hal baru di Indonesia, sehingga perlu belajar dari praktik – praktik yang sudah matang teruji diberbagai negara maju. Pengadilan di negara – negara maju mengenal beberapa jenis putusan / penetapan seperti Anton Pillar Order, Mareeva Injuction dan Interlocutory. Anton Pillar Order : adalah putusan yang memberikan kewenangan kepada Penggugat untuk melakukan inspeksi ke tempat lokasi Tergugat dimana pelanggaran dilakukan / barang – barang hasil pelanggaran disimpan. Mareeva Injuction : adalah putusan yang memberikan kewenangan kepada Penggugat untuk meretensi aset – aset yang diperlukan untuk pemeriksaan perkara. Interlocutory : adalah putusan – putusan sela yang terkait dengan perintah Pengadilan kepada pihak yang berperkara untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan selama proses perkara HKI dipersengketakan masih berlangsung.
Undang – Undang Hak Paten merupakan ketentuan yang abstrak yang sesungguhnya merupakan “rencana sesuatu tata hukum yang dikehendaki”. Peraturan tersebut menjadi in concreto manakala diterapkan dalam suatu peristiwa hukum tertentu dalam putusan Hakim.
Putusan Hakim akan bergantung kepada pembuktian para pihak yang hukum acaranya diatur dalam hukum acara perdata ditambah beberapa ketentuan khusus yang diatur dalam peraturannya.
Di dalam hukum acara perdata dianut prinsip “actori incumbit probatio” siapa yang mengaku mempunyai hak harus dibebani dengan beban pembuktian. Selain itu terdapat azas hukum : equal justice under law, suatu perlakuan yang sama terhadap para pihak, yang bermakna siapa yang lemah pembuktiannya harus dikalahkan.
Dalam rangka membuktikan dan mendukung dalil gugatannya para pihak dapat mengajukan alat – alat bukti seperti :
1. Surat – surat;
2. Saksi – saksi;
3. Persangkaan;
4. Pengakuan; dan
5. Sumpah; (periksa Pasal 164 HIR dan Pasal 284 Rbg.)
Membuktikan berarti memberikan kepastian secara yuridis, dengan sarana alat bukti, menetapkan secara pasti apa yang terjadi secara konkret dengan jalan mempertimbangkan atau memberikan alasan – alasan logis, sehingga sampai pada kesimpulan peristiwa – peristiwa tertentu dinyatakan benar atau dinyatakan tidak benar. Pada gilirannya para pihak dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai proses pengambilan keputusan dan alasan – alasan yang menjadi dasar pengambilan putusan tersebut. Putusan yang baik mengandung pertimbangan yang lengkap, akurat dan jelas.
Hukum acara khusus juga terkristal dalam kekhususan prosedur bagi penyelesaian sengketa dibidang hak paten di Pengadilan Niaga yaitu adanya tenggang waktu yang ketat:
1. Penyampaian gugatan kepada Ketua Pengadilan.
2. Mempelajari berkas gugatan dan menetapkan hari sidangnya.
3. Pemanggilan para pihak untuk bersidang.
4. Pemeriksaan di persidangan.
5. Putusan harus diucapkan paling lama dalam 90 hari setelah pendaftaran gugatan.
6. Penyampaian putusan kepada para pihak.
Putusan Pengadilan Niaga dalam sengketa hak paten terbuka upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung. Kekhususan ditingkat Kasasi sebagai berikut :
1. Tenggang waktu pengajuan Kasasi : paling lambat 14 hari.
2. Tenggang waktu penyampaian Memori Kasasi : paling lambat 7 hari sejak tanggal permohonan.
3. Pengiriman Memori Kasasi kepada pihak Termohon Kasasi : paling lambat 2 hari setelah diterima Memori Kasasi.
4. Pengajuan Kontra Memori Kasasi paling lambat 7 hari setelah penerimaan Memori Kasasi. Pengiriman Kontra Memori Kasasi kepada pihak lawan (Pemohon Kasasi) paling lambat 2 hari.
5. Pengiriman berkas perkara ke Mahkamah Agung paling lambat 14 hari setelah pengiriman Kontra Memori Kasasi tersebut di atas.
6. Mahkamah Agung wajib mempelajari berkas perkara Kasasi dan menetapkan hari sidang paling lambat 7 hari setelah permohonan Kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
7. Putusan Kasasi harus diucapkan paling lambat 90 hari setelah permohonan diterima oleh Mahkamah Agung.
8. Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan kepada Panitera Pengadilan Niaga paling lambat 7 hari setelah putusan Kasasi diucapkan.
9. Juru sita Pengadilan Niaga menyampaikan salinan putusan Kasasi kepada Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi paling lambat 7 hari setelah putusan Kasasi diterima oleh Panitera Pengadilan Niaga.
Hak paten merupakan karya intelektual dari manusia. Yang mana karya intelektual adalah aset yang mengandung nilai ekonomis. Kepada pemiliknya diberikan hak monopoli / eksklusif untuk mengontrol penggunaan karya intelektual yang dilindungi. Pemegang Hak Kekayaan Intelektual akan memperoleh imbalan keuangan atas infestasinya dalam menghasilkan karya intelektual. Tuntutan ganti rugi Hak paten yang dalam Undang – Undang mengatur ganti rugi antara lain Pasal 118 UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Perkara Paten Sederhana, Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 37/Paten/2003/PN. Niaga Jkt.Pst. tanggal 09 Oktober 2003 jo Putusan Mahkamah Agung RI No. 046 K/HaKi/2003 tanggal 09 Februari 2004, antara lain mempertimbangkan sebagai berikut :
“Walaupun produk Penggugat dan Tergugat terdapat perbedaan “tali air” akan tetapi perbedaan tersebut dapat dikualifisir sebagai melanggar paten dasar dan atau melanggar semua modifikasi yang tercakup dalam klaim paten No. 10. 0. 000.116. S tanggal 31 Mei 1996 milik Penggugat”.
1. Putusan Mahkamah Agung RI.
“Secara fungsi kedua genteng logam / metal tersebut adalah sama. Sehingga secara yuridis model genteng logam milik Tergugat hanya merupakan modifikasi yang masih didalam lingkup penemuan sebagaimana dimaksud dalam Surat Paten Sederhana milik Penggugat”.
2. Putusan Pembatalan Hak Paten
Putusan Mahkamah Agung RI No. 11 K/N/HaKi/2002 tanggal 30 September 2002 memutus sebagai berikut :
“Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk menghentikan, membuat, menggunakan, menjual atau menyediakan untuk dijual barang – barang hasil pelanggaran Paten miliknya Penggugat Rekonpensi (Tergugat I Konpensi)”.
Putusan Mahkamah Agung (Peninjauan Kembali) No. 02 PK/N/ HaKi/2003 tanggal 13 Mei 2003.
“Sesuai dengan ketentuan Pasal 91 ayat (3) UU No.14 Tahun 2001, Subjek Hukum yang berhak mengajukan tuntutan pembatalan Paten agar Paten lain yang sama dengan Patennya dibatalkan oleh Hakim, adalah subjek hukum pemegang hak Paten, yang hak Patennya sudah terdaftar sah pada Direktorat Paten Departemen Kehakiman RI”.
“Oleh karena Penggugat Konpensi terbukti bukan pemegang hak Paten, maka tuntutannya harus ditolak oleh judex facti”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah para penulis lakukan, maka para penulis menyimpulkan:
1. Hak paten merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi selama waktu tertentu. Seorang inventor dapat melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Invensi merupakan ide dari inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi yang dapat berupa produk/proses atau penyempurnaan dan pengembangan dari produk/proses. Sedangkan inventor adalah orang baik secara sendiri maupun bersama dengan orang lain melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi. Secara umum, ada tiga kategori besar mengenai subjek yang dapat dipatenkan: proses, mesin, dan barang yang diproduksi dan digunakan. Proses mencakup algoritma, metode bisnis, sebagian besar perangkat lunak (software), teknik medis, teknik olahraga dan semacamnya. Mesin mencakup alat dan aparatus. Barang yang diproduksi mencakup perangkat mekanik, perangkat elektronik dan komposisi materi seperti kimia, obat-obatan, DNA, RNA, dan sebagainya.
2. Menurut Undang-undang Pasal 24 Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten, permohonan paten dapat diajukan dengan cara sebagai berikut :
(1) mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada DJHKI dengan menggunakan formulir permohonan paten yang memuat :
a. tanggal, bulan, dan tahun permohonan ;
b. alamat lengkap dan kewarganegaraan inventor
c. nama lengkap dan alamat kuasa (apabila diajukan melalui kuasa)
d. pernyataan permohonan untuk diberi paten
e. judul invensi
f. klaim yang terkandung didalam invensi
g. deskripsi tentang invensi,
h. gambar yang disebutkan dalam deskripsi yang diperlukan untuk diperjelas invensi;
i. abstrak invensi;
(2) membayar biaya sesuai dengan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2001 tentang perubahan kedua atas PP No.26 tahun 1999 tentang tarif atas jenis penerimaan Negara bukan pajak.
3. Penyelesaian sengketa hak paten melalui Pengadilan Niaga diatur dalam Pasal 117 Undang – Undang paten yang mana pihak yang berhak atau yang menjadi subjek paten (diatur dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12) dapat menggugat kepada pengadilan niaga jika suatu paten diberikan kepada pihak lain selain dari yang berhak.
B. Saran
Dari ulasan-ulasan yang telah dikemukakan dimuka, maka para penulis memberikan saran:
1. Undang – Undang dibidang paten mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dan merupakan bentuk yuridis campur tangan negara dalam perlindungan hukum baik secara nasional maupun internasional. Jadi hakim sebagai organ Pengadilan dituntut untuk mewujudkan perlindungan hukum, keadilan dan kebenaran dalam penegakan hukum dibidang hak paten.
2. Pemerintah harus lebih melakukan pengawasan dan memperhatikan mengenai hak paten lebih serius lagi karena banyak terjadi penjiplakan terhadap karya intelektual orang lain yang telah dipatenkan dan sangat merugikan bagi pemilik hak paten.
Tx for makalahnya yg cukup mudah dicerna awam. Tlg dunk jelasin maksudnya pemegang haki akan mpero/ imbalan keuangan a/ investasinya dlm mhasilk karya intelektual? dan apa qt bs menitipkan produk yg sdh dipatenka ke dep.kehakiman, mis. utk savety aja. Atau qt bs mjual produk yg sdh dipatenkan ke depkeh itu? Trus utk meliat suatu produk sdh dip[atenkan atau blum gmn ? tx a lot utk infonya..
BalasHapussebenarnya bukan imbalan tapi sebuah keuntungan dari hasil karya nya karena itu termasuk barang berharga jadi wajar apabila itu dihargai dengan materi yg bernilai ekonomis. bukan menitipkan tapi mempatenkan ke dept. hukum dan ham dan itu didata oleh dept. hukum dan ham. kalau jual itu urusan perjanjian antara subjek hukum bukan dijual ke dept. kehakiman. kalau mau lihat apakah suatu haki sudah dipatenkan apa belum bisa dilihat di dept. hukum dan ham. maaf jika dalam penyampaian saya ada kekurangan ato kesalahan harap diberikan kritik dan sarannya. terima kasih.
BalasHapus